Senin, 28 Februari 2011

Thaharah (Haidl) 116


عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: ( إِنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ أَبِي حُبَيْشٍ كَانَتْ تُسْتَحَاضُ فَقَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِنَّ دَمَ اَلْحَيْضِ دَمٌ أَسْوَدُ يُعْرَفُ فَإِذَا كَانَ ذَلِكَ فَأَمْسِكِي مِنَ اَلصَّلَاةِ فَإِذَا كَانَ اَلْآخَرُ فَتَوَضَّئِي وَصَلِّي )  رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَالنَّسَائِيُّ وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ وَالْحَاكِمُ وَاسْتَنْكَرَهُ أَبُو حَاتِم

Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Fatimah binti Abu Hubaisy sedang keluar darah penyakit (istihadlah). Maka bersabdalah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam kepadanya: Sesungguhnya darah haid adalah darah hitam yang telah dikenal. Jika memang darah itu yang keluar maka berhentilah dari shalat namun jika darah yang lain berwudlulah dan shalatlah. Riwayat Abu Dawud dan Nasa'i. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban dan Hakim. Abu Hatim mengingkari hadits ini.

Minggu, 27 Februari 2011

Thaharah (Tayammum) 106


عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اَللَّهِ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا; أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِي: نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ وَجُعِلَتْ لِي اَلْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا فَأَيُّمَا رَجُلٍ أَدْرَكَتْهُ اَلصَّلَاةُ فَلْيُصَلِّ )  وَذَكَرَ اَلْحَدِيث
وَفِي حَدِيثِ حُذَيْفَةَ عِنْدَ مُسْلِمٍ: ( وَجُعِلَتْ تُرْبَتُهَا لَنَا طَهُورًا إِذَا لَمْ نَجِدِ اَلْمَاءَ )

Dari Jabir Ibnu Abdullah bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Aku diberi lima hal yang belum pernah diberikan kepad seorang pun sebelumku yaitu aku ditolong dengan rasa ketakutan (musuhku) sejauh perjalanan sebulan; bumi dijadikan untukku sebagai tempat sujud (masjid) dan alat bersuci maka siapapun menemui waktu shalat hendaklah ia segera shalat." Muttafaq Alaihi.
Dan menurut Hadits Hudzaifah Radliyallaahu 'anhu yang diriwayatkan oleh Muslim disebutkan: "Dan debunya dijadikan bagi kami sebagai alat bersuci."

Sabtu, 26 Februari 2011

thaharah (Mandi dan Hukum Junub) 92 dan 93


عَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( اَلْمَاءُ مِنْ اَلْمَاءِ )  رَوَاهُ مُسْلِم وَأَصْلُهُ فِي اَلْبُخَارِيّ
Dari Abu said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Air itu dari air." Riwayat Muslim yang berasal dari Bukhari.


وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا اَلْأَرْبَعِ ثُمَّ جَهَدَهَا فَقَدْ وَجَبَ اَلْغُسْلُ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْه
زَادَ مُسْلِمٌ: وَإِنْ لَمْ يُنْزِلْ
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila seorang laki-laki duduk di antara empat bagian (tubuh) wanita lalu mencampurinya maka ia telah wajib mandi." Muttafaq Alaihi.
Riwayat Muslim menambahkan: "Meskipun ia belum mengeluarkan (air mani)."

Jumat, 25 Februari 2011

Thaharah (TENTANG TATA CARA BUANG HAJAT) 76 dan 77


عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ: ( كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا دَخَلَ اَلْخَلَاءَ وَضَعَ خَاتَمَهُ )  أَخْرَجَهُ اَلْأَرْبَعَةُ وَهُوَ مَعْلُول
Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu berkata: Adalah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam apabila masuk kakus (WC) beliau menanggalkan cincinnya. Diriwayatkan oleh Imam Empat tetapi dianggap ma'lul. 


وَعَنْهُ قَالَ: ( كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا دَخَلَ اَلْخَلَاءَ قَالَ: اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ اَلْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ )  أَخْرَجَهُ اَلسَّبْعَة
Dari Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam apabila masuk kakus beliau berdo'a: "Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari hal-hal yang keji dan kotor." Dikeluarkan oleh Imam Tujuh.

Kamis, 24 Februari 2011

Thaharah (Yang Mambatalakn Wudlu) 75


عَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا; أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( يَأْتِي أَحَدَكُمُ الشَّيْطَانُ فِي صَلَاتِهِ فَيَنْفُخُ فِي مَقْعَدَتِهِ فَيُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهُ أَحْدَثَ وَلَمْ يُحْدِثْ فَإِذَا وَجَدَ ذَلِكَ فَلَا يَنْصَرِفُ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدَ رِيحًا )  أَخْرَجَهُ اَلْبَزَّار
وَأَصْلُهُ فِي اَلصَّحِيحَيْنِ مِنْ حَدِيثِ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ زَيْد
وَلِمُسْلِمٍ: عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ نَحْوُهُ
وَلِلْحَاكِمِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ مَرْفُوعًا ( إِذَا جَاءَ أَحَدَكُمُ الشَّيْطَانُ فَقَالَ: إِنَّكَ أَحْدَثْتَ فَلْيَقُلْ: كَذَبْتَ ) وَأَخْرَجَهُ اِبْنُ حِبَّانَ بِلَفْظِ ( فَلْيَقُلْ فِي نَفْسِهِ )
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Setan itu akan mendatangi seseorang di antara kamu pada saat dia shalat lalu meniup pada duburnya dan membuatnya berkhayal seakan-akan ia telah kentut padahal ia tidak kentut Jika ia mengalami hal itu maka janganlah ia membatalkan shalat sampai ia mendengar suara atau mencium baunya" Dikeluarkan oleh al-Bazzar
Hadits tersebut berasal dari shahih Bukhari-Muslim dari hadits Abdullah Ibnu Zaid
Hadits serupa juga terdapat dalam riwayat Muslim dari Abu Hurairah
Menurut Hakim dari Abu Said dalam hadits marfu' : "Apabila setan datang kepada seseorang di antara kamu lalu berkata: Sesungguhnya engkau telah berhadats hendaknya ia menjawab: Engkau bohong" Hadits ini juga dikeluarkan oleh Ibnu Hibban dengan lafadz: "Hendaknya ia mengatakan dalam hatinya sendiri"

Rabu, 23 Februari 2011

Thaharah (Yang Mambatalakn Wudlu) 73 dan 74


عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: ( كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُذْكُرُ اَللَّهَ عَلَى كُلِّ أَحْيَانِهِ )  رَوَاهُ مُسْلِمٌ وَعَلَّقَهُ اَلْبُخَارِيّ
Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam selalu berdzikir kepada Allah dalam setiap saat Diriwayatkan oleh Muslim dan dita'liq oleh Bukhari 

عَنْ أَنَسِ]بْنِ مَالِكٍ] رضي الله عنه ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم اِحْتَجَمَ وَصَلَّى وَلَمْ يَتَوَضَّأْ )  أَخْرَجَهُ اَلدَّارَقُطْنِيُّ وَلَيَّنَه
Dari Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berbekam lalu shalat tanpa berwudlu Hadits dikeluarkan dan dilemahkan oleh Daruquthni

 

Selasa, 22 Februari 2011

Thaharah (Yang Mambatalakn Wudlu) 72


عَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ رَحِمَهُ اَللَّهُ; ( أَنَّ فِي اَلْكِتَابِ اَلَّذِي كَتَبَهُ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم لِعَمْرِو بْنِ حَزْمٍ: أَنْ لَا يَمَسَّ اَلْقُرْآنَ إِلَّا طَاهِرٌ )  رَوَاهُ مَالِكٌ مُرْسَلاً وَوَصَلَهُ النَّسَائِيُّ وَابْنُ حِبَّانَ وَهُوَ مَعْلُولٌ
Dari Abdullah Ibnu Abu Bakar Radliyallaahu 'anhu bahwa dalam surat yang ditulis Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam untuk Amr Ibnu Hazm terdapat keterangan bahwa tidak boleh menyentuh Al-Qur'an kecuali orang yang suci Diriwayatkan oleh Malik dan mursal Nasa'i dan Ibnu Hibban meriwayatkannya dengan maushul hadits ini ma'lul

Senin, 21 Februari 2011

Thaharah (Yang Mambatalakn Wudlu) 71


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( مَنْ غَسَّلَ مَيْتًا فَلْيَغْتَسِلْ وَمَنْ حَمَلَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ )  أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ وَالنَّسَائِيُّ وَاَلتِّرْمِذِيُّ وَحَسَّنَه وَقَالَ أَحْمَدُ لَا يَصِحُّ فِي هَذَا اَلْبَابِ شَيْءٌ
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa yang memandikan mayyit hendaknya ia mandi dan barangsiapa yang membawanya hendaknya ia berwudlu" Dikeluarkan oleh Ahmad Nasa'i dan Tirmidzi Tirmidzi menyatakan hadits ini hasan sedang Ahmad berkata: tak ada sesuatu yang shahih dalam bab ini

Minggu, 20 Februari 2011

Thaharah (Yang Mambatalakn Wudlu) 70


عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا; ( أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم أَتَوَضَّأُ مِنْ لُحُومِ اَلْغَنَمِ؟ قَالَ: إِنْ شِئْتَ قَالَ: أَتَوَضَّأُ مِنْ لُحُومِ اَلْإِبِلِ ؟ قَالَ: نَعَمْ )  أَخْرَجَهُ مُسْلِم
Dari Jabir Ibnu Samurah Radliyallaahu 'anhu bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam : Apakah aku harus berwudlu setelah makan daging kambing؟ Beliau menjawab: "Jika engkau mau" Orang itu bertanya lagi: Apakah aku harus berwudlu setelah memakan daging unta؟ Beliau menjawab: "Ya" Diriwayatkan oleh Muslim

Sabtu, 19 Februari 2011

AI-Quran, Sandaran Kenabian


Al-Quran menegaskan di beberapa tempat bahwa ia adalah fiirman Allah Yang Mahaagung, yang diwahyukan-Nya kepada Nabi dalam bentuk kata-kata yang kita baca dari Al-Quran. Untuk membuktikan bahwa ia adalah firman Allah, bukan hasil ciptaan manusia, dalam beberapa ayat, AI-Quran menantang semua manusia untuk mendatangkan apa pun yang menyamai Al-Quran walaupun satu ayat. Ini menunjukkan bahwa Al-Quran itu berkekuatan mukjizati, yang tak seorangpun sanggup mendatangkan yang semisalnya. Allah berfirman:

"Atau mereka mengatakan: 'Muhammad membuat-buatnya.' Sesungguhnya mereka tidak beriman." (QS 52:33)

"Katakanlah: 'Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang menyamai Al-Quran ini, niscaya mereka tidak akan mampu membuatnya walaupun mereha saling membantu'." (QS 17:88)

"Bahkan mereka mengatakan: 'Muhammad telah membuat­buatnya.' Katakanlah: 'Datangkanlah sepuluh surat yang menyamainya'." (QS 11:13)

"Atau mereka mengatakan bahwa Muhammad telah membuat-buatnya? Katakanlah: 'Datangkanlah sebuah surat yang menyamai Al-Quran. “ (QS 10:38)

"Apabila kamu meragukan apa yang telah Kami turunkan kepada hamba Kami, maka datangkanlah sebuah surat yang me­nyamainya." (QS 2:23)

Untuk menantang mereka tentang tiadanya pertentangan dalam Al-Quran, Allah berfirman:
 
"Tidakkah mereka itu memikirkan Al-Quran? Seandainya Al­Quran itu tidak dari Allah, maka mereka akan menemukan banyak pertentangan di dalamnya. " (QS 4:82)

 
Dengan tantangan-tantangannya ini Al-Quran menegaskan bahwa ia merupakan firman Allah, dan menjelaskan dalam banyak ayatnya bahwa Muhammad adalah seorang Rasul dan Nabi yang diutus Allah. Dengan demikian, Al-Quran merupakan sandaran bagi kenabian dan menopang pernyataan Nabi. Dari itu, Nabi diperintahkan untuk bertumpu pada kesaksian Allah tentang hal itu, yakni penegasan AI-Quran terhadap kenabiannya. Al-Quran mengatakan:

"Katakanlah: "Cukuplah Allah yang menjadi saksi antara aku dan kamu. “ (QS 13:43)

Di tempat lain Al-Quran mengungkapkan kesaksian malaikat, selain kesaksian Allah, tentang kenabiannya itu. Ia mengatakan:

"Tetapi Allah menyaksikan apa yang diturunkan-Nya kepadamu. Dia menurunkannya dengan ilmu-Nya, dan para malaikat menyaksikan. Cukuplah Allah yang menjadi saksi." (QS 4:166)

Al-Quran, Menentukan Jalan Hidup Manusia


Setelah tiga premis di atas jelas, maka harus diketahui pula bahwa Al-Quran - di sampinq memperhatikan tiga premis tersebut, yaitu manusia mempunyai tujuan yang harus dicapainya dalam perjalanan hidupnya dengan usaha dan perbuatannya, dan dia tidak mungkin mencapai tujuan yang diidam-idamkan itu kecuali dengan mengikuti hukum-hukum dan tata cara tertentu serta keharusan mempelajari hukum-hukum dan tata cata itu dari buku fitrah dan penciptaan, yakni ajatan Allah - juga menentu­kan jalan hidup bagi manusia sebagai berikut:

AI-Quran mendasarkan jalan itu pada keimanan akan keesaan-­Nya sebagai dasar pertama agama; Al-Quran menjadikan keimanan kepada akhirat dan Hari Kiamat, yaitu hari ketika orang yang baik dibalas karena kebaikannya dan yang jahat dibalas karena kejahat­annya, sebagai dasar-kedua agama. Hal ini pada gilirannya membawa kepada keimanan kepada kenabian, karena perbuatan-­perbuatan bisa dibalas setelah si pelakunya mengetahui ketaatan dan maksiat, yang baik dan yang buruk. Pengetahuan ini tidak akan dapat diperoleh kecuali melalui wahyu dan kenabian - sebagaimana akan kami rinci nanti. Al-Quran menjadikan ke­imanan kepada kenabian ini sebagai dasar ketiga agama.

Al-Quran memandang ketiga dasar ini: keimanan kepada keesaan Allah, kenabian dan akhirat sebagai dasar-dasar agama Islam. Setelah itu, Al-Quran menjelaskan pokok-pokok akhlak yang diridhai dan sifat-sifat baik yang sesuai dengan ketiga dasar tersebut, dan setiap orang beriman harus menghiasi diri dengannya. Kemudian AI-Quran menetapkan hukum-hukum perbuatan yang menjamin kebahagiaan hakiki manusia dan menyuburkan akhlak yang utama dan faktor-faktor yang mengantarkannya kepada akidah yang benar dan prinsip-prinsip pokok.

Tidak logis bila kita beranggapan bahwa orang yang bergelimang dalam seks yang diharamkan, mencuri, berkhianat dan curang, adalah suci. Begitu pula, tidak logis bila kita beranggapan bahwa orang yang keterlaluan dalam mencintai harta, mengumpulkan dan menyimpannya, dan tidak mau memenuhi hak-hak orang lain, adalah suci. Tidak logis pula bila kita menganggap orang yang tidak menyembah Allah dan mengingat-Nya siang dan malam, sebagai beriman kepada Allah dan Hari Akhir.

Dengan demikian, akhlak yang baik maujud kuena adanya perbuatan-perbuatan baik, sebagaimana akhlak yang baik itu ada karena akidah yang benar.

Seseorang yang terbelenggu kesombongan, kebanggaan dan kecintaan kepada diri sendiri, tidak mungkin mempercayai Allah dan mengakui keagungan-Nya. Dan orang yang selama hidupnya tidak mengetahui makna keadilan, keperwiraan dan welas-asih terhadap yang lemah, tidak akan masuk ke dalam hatinya intan kepada Hari Kiamat, perhitungan dan balasan di akhirat. Tentang hubungan antara akidah yang benar dengan akhlak yang diridhai, Allah berfirntan:

"Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik, dan amal yang baik dinaikkan-Nya. " (QS 85:10)
Dan tentang hubungan antara akidah dengan perbuatan, Allah berfirman:

"Kemudian akibat orang-orang yang mengerjakan kejahatan adalah azab yang lebih buruk, karena mereka mendustakan ayat­ayat Allah dan mereka selalu memperolok-oloknya." (QS 90:10)
Kesimpulan dari pembicaraan di atas adalah bahwa Al-Quran mwgandung sumber-sumber ketiga dasu Islam, yaitu:

Dasar-dasar akidah. Ini terbagi menjadi tiga dasar agama: tauhid, kenabian dan akhirat, dan akidah-akidah yang merupakan cabang darinya, seperti lauh mahfudh, qalam, qadha' dan qadar, malaikat, menghadap Allah, kursi, penciptaan langit dan bumi dan lain-lain.

Akhlak yang diridhai.

Hukum-bukum syara' dan perbuatan yang dasar-dasarnya telah dijelaskan Al-Quran, sedangkan penjelasan terincinya diserahkan kepada Nabi Muhammad s.a.w. Dan Nabi menjadikan penjelasan Ahlul Bait (keluarga)-nya sama dengan penjelasan beliau, sebagaimana diketahui dari hadits tsaqalain yang secara mutawatir diriwayatkan baik oleh kalangan Ahlus Sunnah maupun Syi'ah.1)

1). Baca 'Abaqatul Anwar, bagian "Hadits Tsaqalain". Di situ disebutkan beratus-ratus sanad yang sampai kepada hadis tersebut.

Al-Quran, Undang-Undang Paling Utama Kehidupan


Oleh : Allamah Sayyid Muhammad Husain Thabathaba'i,

Agama Islam, yang mengandung jalan hidup manusia yang paling sempurna dan memuat ajaran yang menuntun umat manusia kepada kebahagiaan dan kesejahteraan, dapat diketahui dasar­dasar dan perundang-undangannya melalui Al-Quran. Al-Quran adalah sumber utama dan mata air yang memancarkan ajaran Islam. Hukum-hukum Islam yang mengandung serangkaian pengetahuan tentang akidah, pokok-pokok akhlak dan perbuatan dapat dijumpai sumbernya yang asli dalam ayat-ayat Al-Quran. Allah berfirman,

"Sesungguhnya Al-Quran ini menunjukkan kepada jalan yang lebih lurus." (QS 17:9)

"Kami menurunkan AI-Quran kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu." (QS 16:89)


Adalah amat jelas bahwa dalam Al-Quran terdapat banyak ayat yang mengandung pokok-pokok akidah keagamaan, keutamaan akhlak dan prinsip-prinsip-umum hukum perbuatan. Kami tidak perlu menyebutkan semua ayat itu dalam kesempatanyang tidak cukup luas ini. Lebih lanjut kami katakan bahwa pemikiran yang teliti tentang pokok-pokok permasalahan berikut dapat menjelaskan kepada kita universalitas kandungan Al-Quran mengenai jalan hidup yang harus ditempuh manusia.

Pertama, dalam hidupnya manusia hanya menuju kepada ke­bahagiaan, ketenangan dan pencapaian cita-citanya. Kebahagiaan dan ketenangan merupakan suatu wama khusus di antara warna­wama kehidupan yang diinginkan oleh manusia, yang di naungannya ia berharap menemukan kemerdekaan, kesejahteraan, kesen­tosaan dan lain-lain.

Jarang kita lihat orang yang, dengan perbuatan mereka sendiri, memalingkan muka dari kebahagiaan dan kesenangan - seperti melakukan bunuh diri, melukai badan dan menyakiti anggota tubuhnya dan beberapa latihan (riyadhah) berat yang tidak diajarkan agama - dengan alasan berpaling dari dunia, dan perbuatan­perbuatan lain yang menyebabkan seseorang kehilangan berbagai sarana kesejahteraan dan ketenangan hidup. Begitulah, (hanya) orang yang menderita komplikasi jiwa - sebagai akibat dari parahnya komplikasi itu - berpendapat bahwa kebahagiaan terdapat dalam perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan kebahagiaan. Sebagai contoh, seseorang mengalami kesulitan hidup dan tidak kuat menanggungnya, kemudian bunuh diri karena beranggapan bahwa kesenangan itu terdapat dalam kematian. Atau, sebagian orang menjauhi dunia, menjalani bermacam latihan badan dan mengharamkan kesenangan materiil untuk dirinya sendiri, karena ia berpendapat bahwa hidup dalam kesenangan materi merupakan hidup yang kering. Dengan demikian, usaha yang dilakukan manusia hanyalah untuk menemukan kebahagiaan yang diidam-idamkan yang ia berusaha mewujudkan dan memperolehnya.

Memang, jalan yang ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut berbeda-beda. Sebagian menempuh jalan yang masuk akal, yang diterima kemanusiaan dan dibolehkan oleh syariat, sedang sebagian yang lain menyalahi jalan yang benar sehingga terperosok ke dalam belantara kesesatan dan menyimpang dad jalan kebenar­an.

Kedua, perbuatan-perbuatan yang dilakukan manusia senan­tiasa berada dalam suatu kerangka peraturan dan hukum tertentu. Hal ini merupakan suatu kebenaran yang tak dapat diingkari, dalam segala keadaan, mengingat begitu jelas dan gamblangnya persoalan. Hal itu disebabkan karena manusia yang mempunyai akal hanya melakukan sesuatu setelah ia menghendakinya. Perbuatannya itu berdasarkan kehendak jiwa yang diketahuinya dengan jelas. Di segi yang lain, ia hanya melakukan apa pun demi dirinya sendiri. Yakni, ia merasakan adanya tuntutan-tuntutan hidup yang harus dipenuhinya, kemudian berbuat untuk meme­nuhi tuntutan-tuntutan itu untuk dirinya sendiri. Karenanya, antara semua perbuatannya itu ada suatu tali kuat yang menghubungkan sebagiannya dengan yang lain.

Sesungguhnya makan dan minum, tidur dan bangun, duduk dan berdiri, pergi dan datang - semua perbuatan ini dan perbuat­an-perbuatan lain yang dilakukan manusia - pada beberapa keadaan, merupakan keharusan baginya; dan pada beberapa keadaan yang lain, tidak merupakan keharusan - yakni, bermanfaat bagi­nya pada suatu saat, dan membahayakan pada saat yang lain. Semua yang dilakukan manusia itu bersumber dari suatu hukum yang ia ketahui universalitasnya dalam dirinya dan yang ia terapkan bagian-bagiannya pada perbuatan dan pekerjaan-pekerjaannya.

Seseorang, dalam perbuatan-perbuatan individualnya, menye­rupai suatu pemerintahan lengkap, yang memiliki hukum, kebiasa­an dan tata caranya sendiri. Kekuatan aktif dalam pemerintahan itu terlebih dahulu harus menimbang perbuatan-perbuatannya dengan hukum-hukum itu, kemudian bamlah ia berbuat. Perbuatan-perbuatan sosial yang dilakukan dalam suatu ma­syarakat menyerupai perbuatan individual, sehingga padanya ber­laku seperangkat hukum dan tata cara yang dipatuhi oleh sebagian besar individu masyarakat itu. Jika tidak, maka anarkisme akan menguasai, dan ikatan sosial mereka pun terpecah.

Memang, corak masyarakat, di bawah pengaruh hukum-hukum yang berlaku dan dominan di dalamnya, berbeda-beda. Seandainya masyarakat itu bcrcorak mazhabiah, maka di dalamnya ber­laku ketentuan-ketentuan dan hukum-hukum mazhab tersebut. Dan bila tidak bercorak mazhabiah, melainkan kebudayaan, maka perbuatan-perbuatan masyarakatitu bercorak hukum kebudayaan tersebut. Adapun jika masyarakat itu liar dan tidak mempunyai kebudayaan, maka padanya berlaku tata pergaulan dan hukum­hukum individual yang sewenang-wenang, atau hukum-hukum yang dihasilkan oleh adanya perbauran berbagai kepercayaan dan tata pergaulan yang kacau.

Kalau begitu, maka manusia, dalam perbuatan-perbuatan individual dan sosialnya, harus memiliki tujuan tertentu. Untuk mencapai tujuan yang diidam-idamkan itu, ia harus melakukan perbuatan-perbuatannya menurut hukum dan tata cara tertentu yang ditetapkan oleh agama atau masyarakat, atau yang lainnya. Al-Quran sendiri menguatkan teori ini ketika ia mengatakan,


"Tiap-tiap umat memiliki kiblatnya sendiri yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan." (QS 2: 148)

Kata ad-din (agama), menurut kebiasaan Al-Quran berarti 'jalan hidup.' Orang-orang yang beriman dan yang kafir - sampai­sampai yang tidak mengakui keberadaan Allah sekalipun – pasti memiliki suatu agama, karena setiap orang mengikuti hukum­hukum tertentu dalam perbuatan-perbuatannya, dan hukum­hukum itu disandarkan kepada Nabi dan wahyu, atau ditetapkan oleh seseorang atau suatu masyarakat. Tentang musuh-musuh agama Allah, Allah berfirman:
                                                                               

"Yaitu orang-orang yang menghalangi manusia dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan itu menjadi bengkok. " (QS 7:45)1)


Ketiga, jalan hidup terbaik dan terkuat manusia adalah jalan hidup berdasarkan fitrah, bukan berdasarkan emosi-emosi dan dorongan-dorongan individual atau sosial.

Apabila kita mengamati secara teliti setiap bagian alam, akan kita ketahui bahwa ia memiliki tujuan tertentu, yang sejak hari pertama kejadiannya ia mengarah ke tujuan itu melalui jalan yang terdekat dan terbaik. Ia memiliki sarana yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu. Inilah keadaan semua makhluk di dalam alam ini, baik yang bernyawa maupun yang tidak.

Sebagai contoh adalah biji gandum. Sejak hari pertama diletak­kan dalam tanah, ia berjalan dalam proses penyempurnaan. Meng­hijau dan tumbuh sampai terbentuknya bulir-bulir yang lipatannya berisi banyak biji gandum. Dan ia dibekali dengan sarana-sarana khusus untuk memperoleh unsur-unsur yang harus dipenuhi dalam proses penyempurnaannya itu. Kemudian ia menyerap unsur-unsur yang ada di dalam tanah, udara dan lain-lainnya dengan kadar ter­tentu: Lalu ia merekah, menghijau dan tumbuh hari demi hari, dan berubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain sampai terbentuknya bulir-bulir baru, yang dalam setiap bulir terdapat banyak biji gandum. Pada saat itulah biji pertama yang disemaikan di bumi benar-benar telah mencapai tujuan yang diidam-idamkannya dan kesempurnaan yang ia tuju. Demikian pula pohon kenari. Jika kita amati secara teliti, akan kita ketahui bahwa pohon itu juga ber­jalan menuju suatu tujuan tertentu sejak hari pertama kejadiannya. Dan untuk mencapai tujuan itu ia dibekali alat-alat tertentu yang sesuai dengan proses penyempurnaan, kekuatan dan besarnya. Dalam perjalanannya ia tidak menempuh perjalanan yang ditem­puh olch gandum, sebagaimana gandum - dalam tingkat-tingkat penyempurnaannya - tidak berproses sebagaimana prosesnya pohon kenari. Masing-masing dari kedua tanaman itu mempunyai perkembangannya sendiri yang tidak akan dilanggarnya untuk selama-lamanya.

Semua yang kita saksikan di dalam alam ini mengikuti kaidah yang berlaku ini, dan tidak ada bukti pasti bahwa manusia me­nyimpang dari kaidah itu dalam perjalanan alamiahnya menuju tujuan yang ia telah dibekali alat-alat tertentu untuk mencapainya. Bahkan bekal-bekal yang diberikan kepadanya itu merupakan bukti terkuat bahwa dia adalah seperti yang lainnya di alam ini. Dia memiliki tujuan tertentu yang menjamin kebahagiaannya, dan dia telah dilengkapi dengan sarana-sarana untuk mencapainya.

Jadi, fitrah manusia - bahkan fitrah alam yang manusia hanyalah merupakan sebagian darinya - menuntunnya ke arah kebahagiaan hakiki. Fitrah itu mengilhami hukum-hukum terpenting, terbaik dan terkuat yang menjamin kebahagiaannya. Allah ber­firman:


"Musa berkata: 'Tuhan kami ialah Zat yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberi­nya petunjuk'." (QS 20:50)


"Yang menciptakan dan menyempurnakan (penciptaan)­Nya. Yang memberikan ketentuan dan petunjuk." (QS 87:2-3)



"Demi jiwa dan Penyempurnanya. Kemudian Allah mem­beritahukan kefasikan dan ketakwaannya. Sungguh beruntung orang yang menyucikannya, dan sungguh merugi orang yang mengotorinya." (QS 91:7-10)


"Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah. Tetapilah fitrah Allah yang la telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. ltulah agama yang lurus. " (QS 30:30)


"Sesungguhnya agama yang diterima Allah adalah lslam. (QS 3:19)


"Barangsiapa rnencari agarna selain lslarn, maka tidak akan di­terima. " (QS 3:85)


Kesimpulan dati ayat-ayat ini dan ayat-ayat lain yang ber­kandungan sama, yang tidak kami sebutkan secara ringkas, adalah bahwa Allah menuntun setiap makhluk-Nya - termasuk manu­sia - kepada tujuan dan kebahagiaan puncak yanq merupakan tujuan diciptakannya mereka. Dan jalan yang benar bagi manusia ialah jalan fitrahnya. Maka dalarn perbuatan-perbuatannya manu­sia harus terikat dengan hukum-hukum individu dan sosial yang bersumber dari fitrahnya, dan tidak boleh secara membuta meng­ikuti hawa nafsu, emosi, kecenderungan dan keinginannya. Konsekuensi dari agama fitrah (alamiah) adalah manusia tidak boleh menyia-nyiakan bekal-bekal yang diberikan kepadanya. Bahkan setiap bekal harus dimanfaatkan dalam batas-batasnya dan secara benar, agar potensi-potensi yang ada dalam dirinya seimbang, dan agar satu potensi tidak mematikan potensi yang lain.

Selanjutnya manusia harus dikuasai oleh akal sehat yang jauh dari kesalahan, bukan oleh tuntutan-tuntutan diri yang bersumber dari emosi yang menyalahi akal. Beqitu pula, yang menguasai masyarakat haruslah kebenaran dan yang benar-benar bermanfaat baginya, bukan orang kuat yang sewenang-wenang dan mengikuti hawa nafsu dan keinginan-keinginannya. Bukan pula mayoritas yang menyimpang dari kebenaran dan kemaslahatan umum.

Pembahasan di atas juga menunjukkan hahwa yang berhak membuat dan memberlakukan hukum hanyalah Allah saja, dan tak seorang pun berhak membuat dan memberlakukan hukum dan memutuskan segala perkara, karena pembahasan di atas menun­jukkan bahwa jalan hidup dan hukum yang bermanfaat bagi manu­sia dalam kehidupannya adalah yang diilhami fitrahnya. Yakni hukum dan jalan hidup yang dituntut oleh sebab-sebab dan faktor-­faktor batiniah dan lahiriah dalam fitrahnya. Hal ini berarti sesuai dengan kehendak Allah. Pengertian "sesuai dengan kehendak Allah" adalah bahwa Allah telah menempatkan pada diri manusia sebab-sebab dan faktor-faktor yang mengakibatkan adanya perundanq-undangan dan jalan hidup.

Kadang-kadang, sebab-sebab dan faktor-faktor itu mengambil bentuk pemaksaan sebagai dasar bagi suatu proses, seperti peris­tiwa-peristiwa alam yang terjadi setiap hari. Inilah yanq dinamakan kemauan alam (iradah takwiniah), Kadanq-kadang juga sesuatu aksi dilakukan secara bebas dan berdasarkan kehendak, seperti makan, minum dan lain-lain, yang dalam hal ini kehendak diatur oleh hukum Allah (iradah tasyri'iah). Allah berfirman:


"Tidak ada hukum selain milik Allah." (QS 12:40 dan 67)

1).  Kata sabilillah (jalan Allah), dalam kebiasaan Al-Quran, berarti agama Allah. Ayat itu juga menunjukkan bahwa orang~orang kafir - termasuk di dalamnya orang-orang yang mengingkari adanya Tuhan - pun memiliki agama, yaitu jalan hidup mereka.



Thaharah (Yang Mambatalakn Wudlu) 69


عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا; أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صَلَّى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ( مَنْ أَصَابَهُ قَيْءٌ أَوْ رُعَافٌ أَوْ قَلَسٌ أَوْ مَذْيٌ فَلْيَنْصَرِفْ فَلْيَتَوَضَّأْ ثُمَّ لِيَبْنِ عَلَى صَلَاتِهِ وَهُوَ فِي ذَلِكَ لَا يَتَكَلَّمُ )  أَخْرَجَهُ اِبْنُ مَاجَ ه وَضَعَّفَهُ أَحْمَدُ وَغَيْرُهُ
Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang muntah atau mengeluarkan darah dari hidung (mimisan) atau mengeluarkan dahak atau mengeluarkan madzi maka hendaklah ia berwudlu lalu meneruskan sisa shalatnya namun selama itu ia tidak berbicara" Diriwayatkan oleh Ibnu Majah namun dianggap lemah oleh Ahmad dan lain-lain

Jumat, 18 Februari 2011

KESESATAN AHMADIYAH (Muhammad Arifin Ismail)

 
Ahmadiyah adalah sebuah ajaran yang telah menyimpang dari ajaran agama Islam dengan keyakinan bahwa Mirza ghulam Ahmad, pendiri ajaran tersebut diakui oleh pengikutnya sebagai nabi yang mendapat wahyu dan mempunyai kitab suci. Ajaran Ahmadiyah ini bermula di India dan dikenal dengan nama Ahmadiyah Qadiani, kemudian berkembang di negeri Pakistan dengan nama Ahmadiyah Lahore , dan setelah dijadikan aliran terlarang di Pakistan , maka pusat kedudukannya pindah ke kota London . Pendiri ajaran adalah Mirza Ghulam Ahmad, dan setelah meninggal digantikan oleh Khalifah Nuruddin, dan meninggal tahun 1914 jatuh dari kuda, kemudian digantikan oleh Khalifah III yaitu Mirza bashiruddin mahmood, anak tertua dari Mirza Ghulam Ahmad, dan setelah meninggal digantikan oleh Khalifah IV Tahir Ahmad sampai saat ini.  
 
Riwayat hidup Mirza Ghulam Ahmad.
 
Nama Ahmadiyah diambil dari nama pendirinya yaitu Mirza ghulam Ahmad. Dilahirkan pada tahun 1839 di desa Qadian , India . Ayahnya Mirza ghulam Murtada adalah keturunan Moghul, tetapi keturunan ini dinafikan oleh Mirza Ghulam Ahmad dengan wahyu yang diterimanya dari Tuhan : “ Harus diingat bahwa keluarga kami yang sederhana ini berasal dari Moghul. Tak ada catatan sejarah dalam keluarga kami yang menunjukkan bahwa keluarga kami berasal dari Persia . Apa yang kami lihat dalam catatan kami bahwa nenek moyang kami berasal dari keluarga Sayid yang terkemuka.Sekarang sudah mulai diketahui melalui kata-kata Tuhan bahwa kami adalah kjeluarga Persia .( Mirza Ghulam Ahmad, Kitab Arbain, vol.2 hal.17 ).
 
Semasa kecil dia selalu terkena penyakin sawan, sakit kepala, insomania. Dia selalu dalam keadaan bingung, bahkan dia tidak tahu bagaimana caranya memutar arloji dan bagaimana membaca jam, sehingga dia selalu menghitung angka jam dari satu persatu. Dia juga sewaktu kecil sering kesulitan membedakan mana sepatu sebelah kiri dan sebelah kanan. ( Sirat al mahdi vol.1 hal.67 ).
 
Pada waktu kecil dia belajar Tata bahasa Inggeris ,  ilmu Logika dan Filsafat dibawah Mulwi Fazl Ilahi, Mulwi Fazl Ahmafd, dan Mulwi Gul Ali Shah. Dia juga belajar kedokteran dengan ayahnya sendiri, sebab ayahnya adalah seorang dokter yang berpengalaman. Setelah dewasa Mirza Ghulam Ahmad bekerja menjadi pegawai pemerintahan ( penjajah Inggeris ) dari kawasan Sialkot, tetapi tidak lama kemudian dia kembali ke Qadian mengurusi  lahan sawah milik keluarganya. Disamping menghabiskan waktunya untuk mempelajari  Quran dan Hadis secara otodidak.
 
Mirza sangat suka melakukan kegiatan spiritual sehingga dia pernah berpuasa selama enam bulan berturut-turut. Pada tahun 1886 dia melakukan ibadah eksklusif ( uzlah/ meditasi ) di Hoshiarpur. Namun karena keadaan kesehatannya tidak mengizinkan maka dia menghentikan kegiatannya sebagaimana suratnya kepada sahabatnya Nuruddin : ” Sekarang ini kesehatanku sudah tidak mampu lagi untuk menjalani penggembelengan spiritual yang begitu ketat seperti meditasi dan bentuk ibadah yang keras ataupun sekedar merenung, menyebabkan aku merasa sakit ” ( Maktubat Ahmabiyah, vol.5, hal.103).
 
Dari pembela menjadi Mujadid, Pembaharu.
 
Mirza Ghulam Ahmad banyak menulis. Pada tahun 1879 Mirza Ghulam Ahmad menulis buku Barahin Ahmadiyah yang menyatakan kebenaran ajaran agama islam, ketuhanan dan kenabian Muhammad dibandingkan dengan ajaran kristen yang sedang masuk ke India. Dari tulisan inilah dia merasa bahwa dia telah ditunjuk oleh Tuhan untuk membela Islam sebagaimana katanya : ” Hamba yang sederhana ini telah ditunjuk Tuhan yang Maha Mulia untuk berjuang melakukan pembenahan umat manusia dan menuntun orang yang sesat ke jalan yang lurus ”. Pembelaan kepada islam ini membuat tulisannya mulai diminati masyarakat. Pujian masyarakat terhadap tulisan inilah yang mendukung dirinya mengaku sebagai mujadid, pembaharu agama.Dalam sirat mahdi dinyatakan : ” Sebelum menulis Barahin, Mirza menempuh hidup tanpa seorangpun tahu, dan dalam penyenderian ini dia menjalani kehidupan seorang darwish (sufi ). Dahulu dia mulai dikenal karena jumlah artikel yang ditulis di beberapa surat kabar, namun sangat kecil. Sebenarnya, beberapa pernyataan Barahin Ahmadiyah telah melejitkan namanya di India di kalangan kaum terpelajar dan akademisi ” ( Sirat al mahdi vol.1, hal. 103 ).
 
Dari pembaharu menjadi al masih.
 
Dalam kitab karyanya Fathul islam Mirza menulis : “ Disamping kesamaan dengan para pendahulu yang mulia, ada sebuah kesamaan yang khusus dengan sifat al masih alaihissalam dan karena kesamaan inilah saya yang rendah ini telah diutus setelah al masih untuk meruntuhkan penyaliban. Dengan demikian saya telah diutus untuk menghancurkan salib-salib dan membunuh babi. Saya turun dari langit didampingi oleh para malaikat di sebelah kanan dan kiri saya “ ( Fath islam, hal. 6-7 ).
 
Dari al masih menjadi nabi.
 
Dalam kitab Tuhfatut an nadwah Mirza Ghulam Ahmad berkata : “ Seperti yang aku katakan berkali-kali bahwa apa yang aku bacakan kepadamu adalah benar-benar kalam Allah, sebagaimana al Quran dan taurat adalah kalam Allah, dan bahwa aku adalah seorang nabi “Dzilli “ ( nabi mendapat wahyu dan syariat ) dan “Buruzi”.( nabi yang tidak membawa syariat ) Dan setiap muslim harus mematuhiku dalam masalah-masalah agama. Siapa saja yang  mengetahui kabarku tentang diriku, tetapi tidak menjadikanku hakim dalam memutuskan masalahnya, ataupun tidak mengakuiku sebagai al masih yang dijanjikan, ataupun tidak mengakui wahyu yang aku terima dari Tuhan, maka dia akan mendapat azab di akhirat kelak karena dia telah menolak apa yang seharusnya dia terima. ( Tuhfat an Nadwah hal. 4 ).
 
Dalam kitab haqiqatul Wahyi, Mirza Ghulam Ahmad menyatakan : “ Jadi ketahuilah wahai umat Muhammad, bahwa akulah satu-satunya yang telah menerima sebagian besar wahyu daripada Allah taala dan juga menerima pengetahuan tentang alam ghaib. Tak seorangpun dari orang suci sebelumku yang diberi karunia besar seperti ini. Atas dasar ini, aku telah dipilih sebagai seorang nabi dan tidak akan ada lagi yang berhak menyandang gelar ini “ ( Haqiqatul Wahyi, hal. 391 ). Pengakuan ini juga terdapat dalam Akhbar 'Am terbitan 26 Mei 1908  "Saya Nabi menurut hukum Allah. Seandainya saya mengingkarinya, tentunya saya berdosa. Ketika Allah menamai saya Nabi, bagaimana saya bisa mengingkarinya. Saya akan mengikuti akidah ini sampai saya berpindah dari dunia ini."
 
Menurut Mirza, pengutusan Nabi oleh Allah terus berlangsung sesudah Nabi Muhammad tanpa batas waktu. Dalam bukunya, Mawahibur Rahman halaman 37, Mirza berkata, "Tidak ada halangan bagi munculnya para nabi sesudahnya (Muhammad) dengan syarat bahwa ada mereka dari umatnya dan pengikutnya yang paling sempurna yang mereka memperoleh emanasi seluruhnya dari ruhanianya mereka cerah dengan cahayanya."
 
Mirza Ghulam Ahmad mengaku menerima wahyu yang martabatnya sama dengan AQur'an, Injil, dan Taurat. Dalam bukunya Haqiqatul Wahyi dinyatakan  ,"Demi Allah yang Maha Mulia, saya beriman kepada wahyu saya sebagaimana saya beriman kepada Al-Qur'an dan kitab-kitab lain yang diturunkan dari langit. Dan saya beriman kepada kalam yang turun kepada saya turun dari Allah sebagaimana saya beriman bahwa Al-Qur'an turun dari sisi-Nya." ( Haqiqatul Wahyi, hal. 211 )
 
Buku-buku Mirza penuh dengan klaim turun wahyu kepadanya dan persamaan martabatnya dengan martabat Al-Qur'an. Sebagai contoh, dalam kitabnya al-Istifa' halaman 77, "Dan dia berbicara dengan beberapa kalimat yang kami akan sebutkan sedikit pada kesempatan ini dan kami beriman kepadanya sebagaimana kami beriman kepada kitab-kitab Allah Pencipta manusia. Inilah dia." Kemudian Mirza mengemukakan kalimat-kalimat yang diklaimnya sebagai wahyu sepanjang dua puluh tiga halaman, mulai dari halaman 77 sampai 100.
 
Mempunyai mukjizat
 
Untuk membuktikan kerasulannya, Mirza menyebutkan dalam bukunya Mawahibur Rahman  bahwa ia mempunyai lebih dari seratus ribu mukjizat. Sementara dalam bukunya, Tazkiratusy Syahadatain, halaman 410, ia menyebutkan lebih dari sejuta. Di antara mukjizatnya adalah matinya orang-orang yang memusuhinya dan mengkafirkannya. Sebab,—menurutnya—Allah menguatkan dan menolongnya dengan firman Allah, "Jika engkau marah Aku marah dan setiap kali engkau cinta Aku pun cinta." Wahyu ini disebutkannya dalam Mawahibur Rahman halaman 68.
 
Meniadakan hukum Jihad.
 
Dalam kitab Arbain Mirza menulis : “ Jihad sebuah perintah yang berat dalam agama dan secara berangsur telah diperingan oleh Tuhan. Pada zaman nabi Musa ada semacam kekerasan hukum bahkan beriman kepada ajaran Musa tidak bisa menyelamatkannya dari hukuman mati. Bahkan bayi yang masih menyusu pun dibunuh. Kemudian pada zaman Muhammad, membunuh anak-anak, orangtua, dan wanita dilarang. Kemudian untuk bangsa-bangsa tertentu, kalau mereka menolak untuk beriman, maka jizyah diberlakukan terhadap mereka untuk menyelamatkan mereka daripada hukuman mati. Kemudian pada zaman turunnya Isa alMasih ( yaitu zamanku ) kewajiban jihad telah dihapus “. ( Kitab Arbain vol.1V , hal. 15 ).
 
Merubah ayat Al Quran.
 
Mirza Ghulam Ahmad juga merubah-rubah makna ayat Al Quran daripada yang makna sebenarnya, seperti :
 
 Dalam Maktub Ahmad, halaman 8 tertulis bahwa allah telah berfirman  :  “ Ishna'il fulka bi A'yunina wa Wahyina, innalazi yubayi'unaka innama yubayi'unallah Yadullahi fauqa Aidihim (Buatlah perahu dengan pemeliharaan dan wahyu kami. Sesungguhnya, orang-orang yang membaiatmu hanya saja mereka membaiat Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka). Wa ma Arsalnaka illa Rahmatan lil'alami (Dan tidak Kami utus engkau (Mirza) kecuali menjadi rahmat bagi seluruh alam).
 
“ Dan kami tidak mengutus engkau –wahai Mirza ghulam Ahmad- kecuali untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam “ ( Kitab Tadzkirah, hal.634 ).
 
“ katakan –wahai Mirza ghulam Ahmad- Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, hanya kamu diberi wahyu daripadaKu “ ( Tadzkirah, 633 ).
 
“ Sesungguhnya Kami telah menjadikan engkau- wahai Mirza Ghulam Ahmad- sebagai imam bagi seluruh umat manusia “ ( Tadzkirah, hal.630 ).
 
Kitab suci Tazkirah.
 
Dalam kitab Tadzkirah, yang diangap oleh pengikut Ahmadiyah sebagai(kitab pegangan utama disebutkan bahwa :  "Ïnna anzalnaahu qariiban minal qadiyaan-wabilhaqqi anzalnaahu wabilhaqqi nasal", artinya "Sesungguhnya kami telah menurunkan kitab suci (tadzkirah) ini dekat dengan Qadian (India). Dan dengan kebenaran kami menurunkannya dan dengan kebenaran dia turun." ( Kitab Tadzkirah, hal. 637 ).
 
Pengkafiran selain Ahmadiyah.
 
Ahmadiyah  menganggap bahwa kaum Muslim di luar kelompok Ahmadiyah adalah kafir, sebab dalam ajarannya dinyatakan bahwa seorang muslim yang tidak percaya akan da'wah pengakuan Ghulam Ahmad sebagai "nabi" dan "rasul", maka orang itu dianggap kafirsebagaimana tertulis dalam  Kitab Tadzkirah   " Sayaquulul 'aduwwu  lasta mursalan." (Musuh akan berkata, kamu bukanlah --orang yang-- diutus (oleh Allah). ( KitabTadzkirah, halaman 402).
 
Basyiruddin, salah satu adik Mirza Ghulam Ahmad, mengatakan: " "Di Lucknow, seseorang menemuiku dan bertanya: "Sebagaimana berita yang tersebar di kalangan orang ramai, benarkah anda telah mengafirkan kaum Muslimin yang tidak menganut agama Ahmadiyah?" Pertanyaan itu aku jawab: "Tak syak lagi, kami memang telah mengkafirkan kalian!" Mendengar jawabanku itu, orang tadi terkejut dan tercengang keheranan." (Anwar Khilafat, hal. 92).
 
"Barangsiapa mengingkari Ghulam Ahmad sebagai 'nabi' dan 'rasul' Allah, sesungguhnya ia telah kufur kepada nash Quran. Kami mengafirkan kaum Muslimin karena mereka membeda-bedakan para rasul, mempercayai sebagian dan mengingkari sebagian lainnya. Jadi, mereka itu kuffar!" ( Kitab al-Fazal hal. 5,  Juni 1922).
 
 
"Barangsiapa mengingkari Ghulam Ahmad sebagai 'nabi' dan 'rasul' Allah, sesungguhnya ia telah kufur kepada nash Quran. Kami mengafirkan kaum Muslimin karena mereka membeda-bedakan para rasul, mempercayai sebagian dan mengingkari sebagian lainnya. Jadi, mereka itu kuffar!" ( Kitab al-Fazal, hal . 5 /  Juni 1922).
 
SURAT  MUBAHALAH
 
Diantara ulama yang sangat hebat melawan ajaran dan nenabgkis tulisan-tulisan Mirza Ghulam Ahmad adalah Maulana Tsana’ullah Amritsari, editor majalah Ahlul Hadist. Pada tanggal 15 April 1907 Mirza Ghulam Ahmad mengeluarkan pernyataan yang ditujukan kepada Maulana Tsana’ullah :
 
Kepada Maulana Sana’ullah.
Salam bagi mereka yang mengikuti petunjuk.
 
Sepengetahuan saya bahwa anda telah menuduhku sebagai pendusta, penipu, dajjal, dan fasik terutama dalam tulisan anda di majalah “ Ahlul Hadis “. Anda juga menyatakan bahwa dakwaan bahwa diri saya adalah al Masih yang dijanjikan adalah suatu dakwaan yang mengada-ngada. Saya sangat merasa terhina dengan tulisan anda, tetapi saya tetap sabar, sebab saya merasa bahwa sesungguhnya saya telah diperintahkan oleh Allah untuk menyebarkan kebenaran sedangkan anda telah menghalangi manusia daripada seruan saya dengan tuduhan bermacam-macam, sehingga menghina saya, menuduh saya dengan sesuatu yang tidak saya lakukan.
 
Sekiranya saya adalah seorang pendusta besar sebagaimana yang anda gambarkan dalam tulisan-tulisan di majalah anda, maka saya akan mati di saat anda masih hidup, karena saya tahu bahwa masa hidup seorang pembuat kejahatan dan pendusta tidak akan lama dan pada akhirnya ia akan mati sebagai orang yang gagal dalam keadaanterhina dan sengsara di saat musuh besarnya masih hidup. Namun sekiranya saya bukan pendusta dan penipu tetapi seorang yang mendapat kemuliaan melalui wahyu Tuhan, serta menjadi Imam Mahdi dan al Masih yang dijanjikan, maka saya memohon dengan rahmat Tuhan dan seiring dengan sunatullah, anda tidak akan selamat dari hukuman karena anda menolak kebenaran. Hukuman itu bukan berasal dari tangan manusia tetapi dari tangan Tuhan, yaitu berupa penyakit yang berbahaya seperti terkena wabah penyakit kolera dan lain sebagainya Namun sekiranya penyait itu tidak menimpa anda di saat saya masih hidup, maka saya ini bukan utusan Tuhan.
 
Inilah pernyataan dari saya bukan suatu wahyu atau ilham, tetapi merupakan doa dan permintaan untuk menyelesaikan persoalan dari Allah. Saya meminta kepadaMu ya Allah Yang Maha Kuasa, Maha Mengetahui, Maha Melihat, yang mengetahui apa yang ada dalam hati saya. Jika sekiranya dakwaan saya bahwa sesungguhnya saya adalah al Masih yang dijanjikan itu merupakan dakwaan palsu berarti saya dalam pandanganMu adalah perusak, pendusta, dan tukang mengada-ngada siang dan malam, maka saya berdoa kepadaMu ya allah dengan penuh tadaru’ agar Engkau Mencelakakan saya di dalam kehidupan Maulana Sana ullah..Amien.
 
Tetapi wahai Tuhan Yang Maha Benar, jika seandainya Maulana Sanaullah yang melakukan kesalahan dengan dakwaan yang mengada-ngada tentang kebenaran kedudukan diri saya maka saya memohon kepadaMu Ya Allah agar Engkau mencelakakannya di waktu aku hidup dan kematiannya bukan di tangan manusia tetapi langsung dari tanganMu dengan wabah penyakit atau kolera atau lain sebagainya daripada penyakit yang mematikan, kecuali jika dia menyatakan taubat di depan saya dan di depan jamaah sayaatas sikap tuduhan dan penghinaan terhadap diri saya dan jamaah saya.
 
 
Saya merasa sangat sakit dengan penghinaan yang dilakukannya tetapi saya bersabar, sampai saya melihat bahwa penghinaannya sudah melampui batas, dimana dia telah menyatakan diriku adalah pencuri, penyamun, yang manusia yang paling berbahaya bagi penduduk dunia, sedangkan dia (maulana Sana ullah ) menuduh tanpa berdasarkan kepada ilmu sebagaimana firman Allah : Janganlah kamu menyatakan sesuatu tanpa ilmu “
 
Dan sungguh dia telah menyebarkan tuduhannya itu ke seluruh penjuru yang jauh menyatakan bahwa saya adalah penipu dan pendusta dan lebih buruk daripada itu. Tetapi tuduhan tersebut tidak berpengaruh kepada murid-murid dan jamaah saya sebab kesabaran saya. Tetapi saya melihat bahwa Maulana Sana Ullah ingin menghancurkan bangunan yang telah saya bina. Oleh sebab itu ya allah, saya memohon kepadaMu untuk menentukan antara kami berdua dengan sebeanar-benar ketentuan yang jelas maksudnya jika seandainya diantara kami berdua orang yang berdusta dan merusak maka matikanlah ia di waktu hidup orang yang benar diantara kami atau turunkanlah musibah yang dapat membuat kematian..Wahai Tuhanku yang kucintai lakukanlah ketentuanmu . Amien.
 
“ Ya Tuhan kami bukakanlah diantara kami dan diantara kaum kami dengan kebenaran dan Engkau sebaik-baik yang membuka kebenaran “
 
Di akhir tulisan ini, saya mengharap kepada Maulana Sana Ullah untuk menyebarluaskan pernyatan dan doa ini di majalah anda ( Ahlul hadis ) dan anda boleh mmebrikan komentar sesuka anda..Maka sekarang urusan ketentuan ini di tangan Allah.
 
Pengirim
Abdullah al Samad Mirza Ghulam Ahmad al masih al Mau’ud
1 Rabiul Awwal 1325 vertepatan dengan 15 April 1907.
 
Demikianlah isi surat dari Mirza Ghulam Ahmad penulis terjemahkan dari buku Maulana Sana Ullah Fas Qadhiyati al Qadhiyan pada halaman 6-8. Setelah pernyataan itu dibuat terbukti dalam sejarah bahwa Mirza Ghulam Ahmad meninggal setahun setelah surat itu ditulis yaitu pada tanggal 26 Mei 1907 sedangkan Maulana sana Ullah meninggal pada tahun 1367/1948, empat puluh tahun setelah surat dibuat. Dengan demikian sesuai dengan pernyataan dan doa Mubahalah dari Mirza Ghulam Ahmad sendiri dapat kita lihat bahwa dakwaan Mirza adalah salah sebab dia akhirnya mati dalam keadaan sakit kolera sebagaimana yang dimintanya dalam doa tersebut.
 
FATWA RABITHAH ALAM ISLAMIY
 
Pada tanggal 14 sampai 18 rabiul Awwal, 1394 Hijriyah Organisasi  Rabithah Alam Islami ( Persatuan Negara Islam non Pemerintah ) berkedudukan di Makkah al Mukarramah telah mengeluarkan surat keputusan dan rekomendasi untuk Organisasi Konperensi Islam ( Persatuan Pemerintahan Negara-negara Islam )   yang menyatakan sebagai berikut :
 
Rekomendasi Komisi Aliran – Pemikiran.
 
Qadiyani ( di Indonesia dikenal dengan nama Ahmadiyah )adalah satu sekte yang amat membahayakan, yang menjadikan Islam sebagai semboyan untuk menutupi maksud-maksud jahat mereka. Hal yang paling menonjol dalam perbedaan paham dengan Islam adalah :
  1. Pemimpinnya mengaku sebagai nabi.
  2. Teks Al Quran diubah-ubah.
  3. Jihad itu tidak ada.
 
Qadiyani itu adalah anak emas imperalis, Penjajah Inggeris dan ia tidak akan muncul kecuali dengan proteksi imperalisme. Qadiyani mengkhianati masalah-masalah umat Islam dan ia membantu imperalisme dan zionisme, ia bekerja sama dengan kekuatan-kekuatan yang oposisi terhadap Islam, yang berjuang untuk menghancurkan akidah Islam dan memutarbalikkan ajaran islam dengan cara-cara sebagai berikut :
  1. Mendirikan tempat-tempat ibadah dengan biaya dari kekuatan musuh, untuk mengadakan penyesatan dengan konsepsi Qadiyani yang menyeleweng.
  2. Membuka sekolah-sekolah , lembaga-lembaga pendidikan dan panti asuhan anak yatim. Qadiyani menjadikan kegiatan destruktifnya dengan sarana-sarana pendidikan tersebut untuk kepentingan kekuatan yang memusuhi islam. Qadiyani menyiarkan terjemahan yang tidak benar dari Al Quran dalam berbagai bahasa di dunia.
 
Untuk mengatasi nahaya Qadiyani ( Ahmadiyah ) tersebut maka Muktamar memutuskan bahwa ;
 
  1. Setiap lembaga Islam melakukan inventarisasi kegiatan Qadiyani di tempat-tempat ibadah mereka, di sekolah sekolah dan panti asuhan mereka, dan di semua tempat kegiatan mereka yang merusakkan (akidah Islam ). Disamping itu umat Islam wajib untuk memaparkan serta memperkenalkan kepada Dunia islam siapa-siapa yang termasuk orang-orang Ahmadiyah. Hal ini untuk menjaga agar umat tidak terperangkap dalam jeratan mereka.
  2. Menyatakan bahwa golongan Ahmadiyah itu adalah kafir dan keluar dari islam.
  3. Tidak bergaul dengan orang-orang Qadiyani atau Ahmadiyah, dan memutuskan hubungan ekonomi, sosial, dan budaya dengan mereka. Tidak menikahi mereka serta tidak menguburkan mereka di tanah pekuburan kaum muslimin, dan memperlakukan mereka sebagai orang kafir.
  4. Meminta kepada pemerintah-pemerintah Islam untuk melarang setiap kegiatan pengikut-pengikut Mirza Ghulam Ahmad, dan menganggap mereka sebagai golongan minoritas non-muslim, dan melarang mereka untuk menduduki jabatan yang strategis dalam negara.
  5. Menyebarluaskan foto-kopi penyelewengan Ahmadiyah dalam al Quran al karim, disertai inventarisasi terjemahan-terjemahan Al Quran yang dibuat oleh Ahmadiyah dan berhati-hati terhadap terjemahan itu dan melarang beredarnya terjemahan tersebut.
  6. Semua golongan yang menyeleweng dari Islam diperlakukan seperti Ahmadiyah.
 
 
 
 
FATWA MUI
Pada tanggal 4 Maret 1984 Sidang paripurna Lengkap Rapat Kerja Nasional Majelis Ulama Indonesia memutuskan :
 
  1. Bahwa Jemaat Ahmadiyah di wilayah negara Republik Indonesia yang berstatus sebagai badan hukum berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman R.I No.JA/23/13 tanggal 13-3-1953 (tambahan Berita Negara tanggal 31-3-1953 No.26 ) bagi umat Islam menimbulkan :
  1. Keresahan karena isi ajarannya bertentangan dengan ajaran agama Islam.
  2. Perpecahan khususnya dalam hal ubudiyah (shalat), bidang Munakahat dan lain-lain.
  3. Bahaya bagi ketertiban dan keamanan Negara.
Maka dengan alas an-alasan tersebut dimohon kepada pihak yang berwenang untuk meninjau kembali Surat Keputusan Menteri Kehakiman R.I. tersebut.
 
  1. Menyerukan kepada ;
  1. Agar Majelis Ulama Indonesia , majelis Ulama Daerah Tingkat I, Daerah Tingkat II, para Ulama dan Dai di seluruh Indonesia menjelaskan kepada masyarakat tentang sesatnya Jemaat Ahmadiyah Qadiyani yang berada di luar Islam.
  2. Bagi mereka yang terlanjur mengikuti Jemaat Ahmadiyah Qadiyani supaya segera kembali kepada ajaran Islam yang benar.
  3. Kepada seluruh umat Islam supaya mempertinggi kewaspadaannya, sehingga tidak terpengaruh dengan faham yang sesat itu.
 
Majelis Ulama Indonesia dan Organisasi keagamaan telah melakukan kajian tentang Ahmadiyah yang hasilnya antara lain dituangkan dalam bentuk rekomendasi dan Fatwa sebagai berikut ;
 
  1. Majelis Ulama Indonesia DATI I Propinsi Istimewa Aceh mengeluarkan fatwa tahun 1984 bahwa Ahmadiyah Qadiyani adalah sesat dan menyesatkan ( surat MUI DATI DI Aceh No.24/I/FATWA/1984 ).
  2. Ulama di Sumatera Timur mengeluarkan Keputusan Hasil Musyawarah tahun 1953 bahwa Ahmadiyah Qadiyani adalah kafir /murtad. ( Surat No. 125/Rhs/DI/19/65).
  3. Majelis Ulama Indonesia dalam MUNAS II tahun 1980 menyatakan bahwa Ahmadiyah adalah jamaah di luar Islam, sesat dan menyesatkan ( Keputusan MUNAS II MUI se Indonesia No.05/Kep/Munas/II/MUI/1980).
  4. Majelis Ulama Indonesia DATI I Sumatera Utara mendukung Keputusan MUNAS II MUI Pusat pada tahun 1980 ( Surat MUI DATI I Sumatera Utara No.356?MU-SU/VI/1984).
  5. Muhammadiyah melalui keputusan Majelis Tarjih menetapkan bahwa tidak ada nabi sesudah nabi Muhammad saw. Jika orang itu menerima dan tidak mempercayai ayat dan hadist mengenai hal tersebut, maka dia telah mendustakannya dan barangsiapa yang mendustakannya maka kafirlah ia ( PP. Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih, t.th. : 280-281 ).
  6. Majelis Ulama Indonesia DATI I RIAU tahun 1994 mengeluarkan fatwa bahwa ajaran Ahmadiyah Qadiyani benar-benar berada di luar Islam, dan dapat meresahkan masyarakat muslim ( Komisi Fatwa MUI DATI RIAU, 7 Oktober 1994 ).
  7. Dewan Syuriah PP Nahdatul Ulama mengeluarkan keputusan pada tahun 1995 bahwa Aliran Ahmadiyah yang ada di Indonesia menyimpang dari ajaran Islam. Aliran Ahmadiyah yang memutarbalikkan al Quran itu agar dilarang .
  8. Forum Ukhuwah Islamiyah Indonesia yang terdiri atas organisasi Islam, para ulama, dan zuama, antara lain Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Syarikat Islam (SI), Ittihadul Muballighin, Muhammadiyah, Persatuan Umat Islam ( PUI), Al Irsyad al Islamiyah, Persatuan Islam ( PERSIS) beserta sejumlah ulama menyatakan bahwa ajaran Ahmadiyah Qadiyan sudah keluar dari akidah Islamiyah dan gerakan sesat dan menyesatkan, penodaan kepada kitab suci Al Quran oleh Ahmadiyah memalui "kitab sucinya"  TADZKIRAH wajib dihentikan ( Surat Pernyataan Permohonan Pelarangan secara nasional terhadap Ahmadiyah di Indonesia tanggal 17 September 1994 ).
 
SIKAP NEGARA ISLAM LAIN
 
  1. Pemerintah malaysia juga telah melarang ajaran Qadiani dan dianggap kafir sejak tanggal 18 Juni 1975.
  2. Kerajaan Brubei juga telah melarang ajaran Ahmadiyah berkembang di negara Brunei Darussalam.
  3. Kerajan Arab saudi telah menyatakan bahwa Ahmadiyah kafir dan tidak boleh memasuki tanah haram.
  4. Negara Pakistan juga menyatakan bahwa Ahmadiyah adalah termasuk kelompok minoritas non-muslim, sama kedudukannya dengan agama nasrani, sikh, dan lain sebagainya.
 
Kuala lumpur, 17 Maret 2008
Muhammad Arifin Ismail.
 
Bahan Bacaan :
Mirza Ghulam Ahmad, The Teaching of Islam, Inter India Publications, Delhi , 1910
Abul A’la al Maududi, The Qadiani Problem, Islamic Publications , Lahore , t.tahun.
Sayid Abul hasan Ali an nadwi, Qadianism : A critical study, Islamic Research and Publications, Locknow , India , 1974.
Ahmad Hariadi, mengapa saya keluar dari Ahmadiyah Qadiani, Yayasan kebangkitan Kaum Muslimin, Bandung , 1986.
Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan Paham sesat di Indonesia , Pustaka al kausar, Jakarta ,, 2004.
Sanaullah Amritsari, Fasl Qadhiyati al Qadhiani, Sanai Academy , Lahore , 1394.